Pada kesempatan ini saya mencoba mengkaji beberapa teori tentang pelatihan yang saya dapatkan dari berbagai refferensi. adapun tulisan ini akan disambung dengan artikel yang lainnya. untuk reff. silahkan dilihat pada kumpulan reff. semoga bermanfaat.
Penggunaan istilah pelatihan (training) dan pengembangan (development), dikemukan oleh beberapa ahli. Pendapat-pendapatnya dapat diketahui berikut ini:
Kutipan Mangkunegara (2006:49-51) dari beberapa para ahli, Dale Yoder menggunakan istilah pelatihan untuk pegawai pelaksana dan pengawas, sedangkan istilah pengembangan ditujukan untuk pegawai tingkat manajemen. Istilah yang dikemukan oleh Dale Yoder adalah rank and file training, supervisor training, dan management development.
Lebih lanjut mangkunegara mengutip pendapat Edwin B. Flippo menggunakan istilah pelatihan untuk pegawai pelaksana dan pengembangan untuk tingkat pimpinan.
Selanjutnya menurut Wexley dan Yulk menjelaskan pula “Development focuses more on improving the decision making and human relations skills of middle and upper level management, while training involves lower level employess and the presentation of more factual and narrow subject matter”.
Pendapat Wexley dan Yulk tersebut lebih memperjelas penggunaan istilah pelatihan dan pengembangan. Mereka berpendapat bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan istilah-istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana, yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi.
Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan dan memperluas hubungan manusia bagi manajemen tingkat atas dan manajemen tingkat menengah, sedangkan pelatihan dimaksudkan untuk pegawai pada tingkat bawah (pelaksana).
Kemudian Andrew E. Sikula mengemukakan bahwa pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi, pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas. Pengembangan merupakan suatu proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi yang pegawai manajerialnya mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk mencapai tujuan yang umum.
Dengan demikian, istilah pelatihan ditujukan pada pegawai pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis, sedangkan pengembangan ditujukan pada pegawai tingkat manajerial untuk meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan, dan memperluas human relation.
Sedangkan menurut H. John Bernandin & Joyce E.A Russell (Gomes 2003:197) pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggungjawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya.
Kemudian menurut Camp, R.R Blanchard P.N dan Huszezo (Gomes 2003:197) Supaya efektif pelatihan biasanya harus mencakup pengalaman belajar aktifitas-aktifitas yang terrencana dan didesain sebagai jawaban atas kebutuhan-kebutuhan yang berhasil di identifikasikan. Secara ideal, pelatihan harus didesain untuk mewujudkan tujuan-tujuan organisasi, yang pada waktu yang bersamaan juga mewujudkan tujuan-tujuan dari pekerja secara perorangan.
Lebih lanjut Gomes (2003:204-211) memberikan penjelasan pelatihan dan tahapannya, terdapat paling kurang tiga tahap utama dalam pelatihan dan pengembangan, yakni:
a) Penentuan kebutuhan pelatihan
Pada tahap ini terdapat tiga macam kebutuhan akan pelatihan, yakni:
(1) General treatment need, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan bagi semua pegawai dalam suatu klasifikasi pekerjaan tanpa memperhatikan data mengenai kinerja dari seorang pegawai tertentu.
(2) Observable performance discrepancies, yaitu jenis penilaian kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada hasil pengamatan terhadap berbagai permasalahan, wawancara, daftar pertanyaan dan evaluasi/penilaian kinerja, dan dengan cara meminta para pekerja untuk mengawasi (to keep track) sendiri hasil kerjanya sendiri.
(3) Future Human Resources needs, jenis keperluan pelatihan ini tidak berkaitan dengan ketidaksesuaian kinerja, tetapi lebih berkaitan dengan keperluan sumber daya manusia untuk waktu yang akan datang.
b) Desain program pelatihan
Terdapat dua jenis sasaran pelatihan yakni:
(1) Knowledge-centered objectives, biasanya berkaitan dengan peningkatan pengetahuan, atau perubahan sikap.
(2) Performance-centered objectives, mencakup syarat-syarat khusus yang berkisar pada metode/teknik, syarat-syarat penilaian, perhitungan, perbaikan, dan sebagainya.
Pada tahapan ini Bernandin & Russel (Gomes 2003:207-208) mengelompokkan metode-metode pelatihan atas dua kategori, yaitu:
(1) Informational methods, biasanya menggunakan pendekatan satu arah, melalui mana informasi-informasi disampaikan kepada para peserta oleh para pelatih. Metode jenis ini dipakai untuk mengajarkan hal-hal factual, keterampilan, atau sikap tertentu para peserta biasnya tidak diberi kesempatan untuk mempraktekan atau untuk melibatkan diri dalam hal-hal yang diajarkan selama pelatihan. Teknik-teknik yang dipakai untuk metode ini antara lain berupa kuliah, persentasi, audio visual, dan self directed learning. Pelatihan dengan menggunakan metode ini sering pula dinamakan sebagai pelatihan tradisional yaitu pelatihan yang bersifat direktif dan berorientasikan pada guru (teacher oriented).
(2) Experiental methods, adalah metode yang mengutamakan komunikasi yang luwes, fleksibel, dan lebih dinamis, baik dengan instruktur, dengan sesame peserta, dan langsung mempergunakan alat-alat yang tersedia. Pelatihan dengan menggunakan metode ini dianggap sebagai pelatihan yang lebih bersifat fasilitatif, dan berorientasikan pada peserta (trainee-centered).
Lebih lanjut Bernandin & Russel menyampaikan terdapat prinsip umum dalam metode pelatihan, metode tersebut harus memenuhi prinsip-prinsip seperti:
(1) Memotivasi para peserta pelatihan untuk belajar keterampilan yang baru.
(2) Memperlihatkan keterampilan-keterampilan yang diinginkan untuk dipelajari.
(3) Harus konsisten dengan isi, misalanya (menggunakan pendekatan interaktif untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan interpersonal)
(4) Memungkinkan partispasi aktif.
(5) Memberikan kesempatan berpraktek dan perluasan keterampilan.
(6) Memberikan feedback mengenai performansi selama pelatihan.
(7) Mendorong adanya pemindahan yang positif dari pelatihan ke pekerjaan
(8) Harus efektif dari segi biaya.
c) Evaluasi program pelatihan
Tujuan dari tahap ini adalah untuk menguji apakah pelatihan tersebut efektif didalam mencapai sasaran-sasarannya yang telah ditetapkan. Program pelatihan bisa dievaluasi berdasarkan informasi yang bisa diperoleh pada lima tingkatan, yaitu:
(1) Reaction, ukuran mengenai reaksi ini didesain untuk mengetahui opini dari para peserta mengenai program pelatihan. Dengan menggunakan kuisioner pada akhir pelatihan, para peserta ditanya tentang sebarapa jauh mereka merasa puas terhadap pelatihan secara keseluruhan terhadap pelatihan/instrukur, materi yang disampiakan, isinya, bahan-bahan yang disediakan, dan lingkungan pelatihan (ruangan, waktu istirahat, makanan, suhu udara). Para peserta juga diminta pendapatnya mengenai materi-materi mana yang paling menarik dan mana yang tidak.
(2) Learning, informasi yang ingin diperoleh melalui jenis evaluasi ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh para peserta menguasai konsep-konsep, pengetahuan, dan keterampilan-keterampilan yang diberikan selama pelatihan. Ini biasanya dilakukan dengan mengadakan tes tertulis, tes performansi dan latihan-latihan simulasi.
(3) Behaviuor, perilaku dari para peserta, sebelum dan sesudah pelatihan, dapat dibandingkan guna mengetahui tingkat pengaruh pelatihan terhadap perubahan performansi mereka. Langkah ini penting karena sasaran dari pelatihan adalah untuk mengubah perilaku atau performansi para peserta.
(4) Oragnizational Results, tujuan dari pengumpulan informasi pada level ini adalah untuk menguji dampak pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi secara keseluruhan. Data biasa dikumpulkan sebelum dan sesudah pelatihan atas dasar criteria produktifitas, pergantian, absen, kecelakaa-kecelakaan, keluhan-keluhan, perbaikan kualitas, kepuasan klien dan yang sejenis lainnya.
(5) Cost efectivity, ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya biaya yang dihabiskan bagi program pelatihan, dan apakah besarnya biaya untuk pelatihan tersebut terhitung kecil atau besar dibandingkan biaya yang timbul dari permasalahan yang dialami oleh organisasi.
Penggunaan istilah pelatihan (training) dan pengembangan (development), dikemukan oleh beberapa ahli. Pendapat-pendapatnya dapat diketahui berikut ini:
Kutipan Mangkunegara (2006:49-51) dari beberapa para ahli, Dale Yoder menggunakan istilah pelatihan untuk pegawai pelaksana dan pengawas, sedangkan istilah pengembangan ditujukan untuk pegawai tingkat manajemen. Istilah yang dikemukan oleh Dale Yoder adalah rank and file training, supervisor training, dan management development.
Lebih lanjut mangkunegara mengutip pendapat Edwin B. Flippo menggunakan istilah pelatihan untuk pegawai pelaksana dan pengembangan untuk tingkat pimpinan.
Selanjutnya menurut Wexley dan Yulk menjelaskan pula “Development focuses more on improving the decision making and human relations skills of middle and upper level management, while training involves lower level employess and the presentation of more factual and narrow subject matter”.
Pendapat Wexley dan Yulk tersebut lebih memperjelas penggunaan istilah pelatihan dan pengembangan. Mereka berpendapat bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan istilah-istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana, yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi.
Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan dan memperluas hubungan manusia bagi manajemen tingkat atas dan manajemen tingkat menengah, sedangkan pelatihan dimaksudkan untuk pegawai pada tingkat bawah (pelaksana).
Kemudian Andrew E. Sikula mengemukakan bahwa pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi, pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas. Pengembangan merupakan suatu proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi yang pegawai manajerialnya mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk mencapai tujuan yang umum.
Dengan demikian, istilah pelatihan ditujukan pada pegawai pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis, sedangkan pengembangan ditujukan pada pegawai tingkat manajerial untuk meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan, dan memperluas human relation.
Sedangkan menurut H. John Bernandin & Joyce E.A Russell (Gomes 2003:197) pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggungjawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya.
Kemudian menurut Camp, R.R Blanchard P.N dan Huszezo (Gomes 2003:197) Supaya efektif pelatihan biasanya harus mencakup pengalaman belajar aktifitas-aktifitas yang terrencana dan didesain sebagai jawaban atas kebutuhan-kebutuhan yang berhasil di identifikasikan. Secara ideal, pelatihan harus didesain untuk mewujudkan tujuan-tujuan organisasi, yang pada waktu yang bersamaan juga mewujudkan tujuan-tujuan dari pekerja secara perorangan.
Lebih lanjut Gomes (2003:204-211) memberikan penjelasan pelatihan dan tahapannya, terdapat paling kurang tiga tahap utama dalam pelatihan dan pengembangan, yakni:
a) Penentuan kebutuhan pelatihan
Pada tahap ini terdapat tiga macam kebutuhan akan pelatihan, yakni:
(1) General treatment need, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan bagi semua pegawai dalam suatu klasifikasi pekerjaan tanpa memperhatikan data mengenai kinerja dari seorang pegawai tertentu.
(2) Observable performance discrepancies, yaitu jenis penilaian kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada hasil pengamatan terhadap berbagai permasalahan, wawancara, daftar pertanyaan dan evaluasi/penilaian kinerja, dan dengan cara meminta para pekerja untuk mengawasi (to keep track) sendiri hasil kerjanya sendiri.
(3) Future Human Resources needs, jenis keperluan pelatihan ini tidak berkaitan dengan ketidaksesuaian kinerja, tetapi lebih berkaitan dengan keperluan sumber daya manusia untuk waktu yang akan datang.
b) Desain program pelatihan
Terdapat dua jenis sasaran pelatihan yakni:
(1) Knowledge-centered objectives, biasanya berkaitan dengan peningkatan pengetahuan, atau perubahan sikap.
(2) Performance-centered objectives, mencakup syarat-syarat khusus yang berkisar pada metode/teknik, syarat-syarat penilaian, perhitungan, perbaikan, dan sebagainya.
Pada tahapan ini Bernandin & Russel (Gomes 2003:207-208) mengelompokkan metode-metode pelatihan atas dua kategori, yaitu:
(1) Informational methods, biasanya menggunakan pendekatan satu arah, melalui mana informasi-informasi disampaikan kepada para peserta oleh para pelatih. Metode jenis ini dipakai untuk mengajarkan hal-hal factual, keterampilan, atau sikap tertentu para peserta biasnya tidak diberi kesempatan untuk mempraktekan atau untuk melibatkan diri dalam hal-hal yang diajarkan selama pelatihan. Teknik-teknik yang dipakai untuk metode ini antara lain berupa kuliah, persentasi, audio visual, dan self directed learning. Pelatihan dengan menggunakan metode ini sering pula dinamakan sebagai pelatihan tradisional yaitu pelatihan yang bersifat direktif dan berorientasikan pada guru (teacher oriented).
(2) Experiental methods, adalah metode yang mengutamakan komunikasi yang luwes, fleksibel, dan lebih dinamis, baik dengan instruktur, dengan sesame peserta, dan langsung mempergunakan alat-alat yang tersedia. Pelatihan dengan menggunakan metode ini dianggap sebagai pelatihan yang lebih bersifat fasilitatif, dan berorientasikan pada peserta (trainee-centered).
Lebih lanjut Bernandin & Russel menyampaikan terdapat prinsip umum dalam metode pelatihan, metode tersebut harus memenuhi prinsip-prinsip seperti:
(1) Memotivasi para peserta pelatihan untuk belajar keterampilan yang baru.
(2) Memperlihatkan keterampilan-keterampilan yang diinginkan untuk dipelajari.
(3) Harus konsisten dengan isi, misalanya (menggunakan pendekatan interaktif untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan interpersonal)
(4) Memungkinkan partispasi aktif.
(5) Memberikan kesempatan berpraktek dan perluasan keterampilan.
(6) Memberikan feedback mengenai performansi selama pelatihan.
(7) Mendorong adanya pemindahan yang positif dari pelatihan ke pekerjaan
(8) Harus efektif dari segi biaya.
c) Evaluasi program pelatihan
Tujuan dari tahap ini adalah untuk menguji apakah pelatihan tersebut efektif didalam mencapai sasaran-sasarannya yang telah ditetapkan. Program pelatihan bisa dievaluasi berdasarkan informasi yang bisa diperoleh pada lima tingkatan, yaitu:
(1) Reaction, ukuran mengenai reaksi ini didesain untuk mengetahui opini dari para peserta mengenai program pelatihan. Dengan menggunakan kuisioner pada akhir pelatihan, para peserta ditanya tentang sebarapa jauh mereka merasa puas terhadap pelatihan secara keseluruhan terhadap pelatihan/instrukur, materi yang disampiakan, isinya, bahan-bahan yang disediakan, dan lingkungan pelatihan (ruangan, waktu istirahat, makanan, suhu udara). Para peserta juga diminta pendapatnya mengenai materi-materi mana yang paling menarik dan mana yang tidak.
(2) Learning, informasi yang ingin diperoleh melalui jenis evaluasi ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh para peserta menguasai konsep-konsep, pengetahuan, dan keterampilan-keterampilan yang diberikan selama pelatihan. Ini biasanya dilakukan dengan mengadakan tes tertulis, tes performansi dan latihan-latihan simulasi.
(3) Behaviuor, perilaku dari para peserta, sebelum dan sesudah pelatihan, dapat dibandingkan guna mengetahui tingkat pengaruh pelatihan terhadap perubahan performansi mereka. Langkah ini penting karena sasaran dari pelatihan adalah untuk mengubah perilaku atau performansi para peserta.
(4) Oragnizational Results, tujuan dari pengumpulan informasi pada level ini adalah untuk menguji dampak pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi secara keseluruhan. Data biasa dikumpulkan sebelum dan sesudah pelatihan atas dasar criteria produktifitas, pergantian, absen, kecelakaa-kecelakaan, keluhan-keluhan, perbaikan kualitas, kepuasan klien dan yang sejenis lainnya.
bersambung........
reff: bisa dilihat pada daftar Pustaka
No comments:
Post a Comment