Selamat Datang

Selamat Datang di Blog Ade Fauji

Wednesday, 6 February 2013

PERKATAAN YANG BERNUANSA KEJI DAN MENYAKITKAN

Tongkat dan batu dapat menghancurkan tulangku, tetapi kata-kata dapat menghancurkan hatiku. (Rober Fulghum)
Tak pelak lagi bagian ini merupakan bagian tersulit dan tidak menyenangkan dari buku ini. Ada dua alasan untuk ini. Yang pertama adalah karena bagian ini tentang sesuatu yang saya anggap sungguh-sungguh menjijikkan: menggunakan kata-kata seakan-akan mereka adalah senjata, menggunakannya dengan sengaja untuk menimbulkan kepedihan pada diri orang lain. Kadang-kadang kepedihan itu begitu melukai dan berlangsung lama. Yang kedua adalah bahwa bagian ini menyebabkan timbulnya berbagai kenangan yang mengganggu tentang saat-saat kita menjadi sangat terluka akibat kelalaian atau perkataan kasar yang disengaja oleh orang lain. Saya memohon maaf bila bagian ini menyentuh bagian terparah dari tumpukan kenangan Anda, tetapi saya merasa penting kiranya bagi kita untuk bertumbuh dari berbagai pengalaman yang menyakitkan ini. Apabila kita peduli betapa kata-kata seseorang menyakitkan kita di masa lalu, kita akan berusaha untuk tidak melakukan hal yang sama terhadap orang lain. Konfusius menyarankan kepada kita beribu-ribu tahun lalu agar tidak melakukan kepada orang lain apa yang tidak ingin dilakukan oleh orang lain kepada kita. Nasihat yang bijaksana ini pun menyarankan agar kita tidak melukai orang lain dengan kata-kata.
Apakah jenis bahasa yang menyakitkan ini lebih lazim saat ini ketimbang masa lalu? Hasil jajak pendapat public membenarkan hal tersebut dan sejumlah ahli sosiologi yang ternama pun memastikan hal ini sedang terjadi karena sejumlah alasan. Alasan yang utama adalah media hiburan. Dimulai pada akhir tahun 1960-an, film-film layar lebar menjadi lebih “nyata” dalam penggunaan bahasa kasar. Tampaknya inilah yang mengawali banjirnya penggunaan bahasa kasar. Pada akhirnya, penggunaan kata-kata kasar semacam ini berkembang di media televisi, industry komedi, dan musik. Dan bersamaan dengan apa yang kita sebut sebagai “kata-kata kotor”, hadir pula kekerasan verbal—merendahkan orang dengan bahasa yang kasar. Hal ini malah telah menjadi sebuah bentuk hiburan. Sekarang kita mendengar bahasa ini hampir setiap kali kita melihat televise, bahkan di dalam tayangan komedi situasi pada jam-jam prime-time sekalipun. Saya rasa itu artinya merendahkan orang dengan menyakiti, melukai perasaan mereka dianggap sesuatu hal yang lucu.
Alasan lain dari meningkatnya penggunaan bahasa kasar ini adalah peningkatan kadar stres. Dalam masyarakat kita yang serbacanggih, serbaotomatis, dan serbaguna, jutaan manusia berusaha melakukan terlalu banyak hal dengan mengurangi waktu untuk tidur, beristirahat, dan merenung. Orang-orang ini juga selalu terburu-buru, memiliki saraf-saraf  yang letih, dan siap untuk meledak setiap saat. Mereka menjadi frustasi, lalu marah, dan kemudian kata-kata yang berbisa pun mulai mengalir dari mulut mereka. Korbannya sudah banyak. Kita mendengar jenis bahasa seperti ini setiap hari—di took, di kantor, di dalam keluarga, di sekolah, dalam acara pertandingan olahraga, di bandara, di dalam mobil—nyaris di mana saja.
Sayang sekali, sebagian besar dari kita telah menjadi penerima dari kata-kata tak berguna ini dan rasa sakit yang diakibatkannya melebihi pukulan tongkat dan lemparan batu. Beberapa kata memiliki cara untuk menembus hati kita. Kata-kata itu masuk ke dalam, membuat luka yang besar, dan seringkali meninggalkan bekas luka yang baru dapat disembuhkan dalam waktu yang lama. Saya mendorong Anda dengan sangat untuk belajar mengendalikan lidah, terutama ketika berada dalam situasi emosional. Sekali mengatakannya, Anda tidak dapat menjilatnya kembali. Dan kata-kata yang hanya perlu beberapa detik untuk mengatakannya, dapat menyebabkan kepedihan yang berlangsung bertahun-tahun.
…lidah curang melukai hati. (Amsal 15:4)
 

MENGOREKSI DIRI SENDIRI—ALA BENJAMIN FRANKLIN

Saya kagum pada Benjamin Franklin sejak membaca autobiografinya saat mengikuti kuliah sejarah di kampus. Salah satu hal dari tulisannya yang membekas dalam diri saya adalah metode yang ia gunakan untuk menghilangkan berbagai kebiasaan buruk. Ia menulis dalam jurnal pribadinya sebuah daftar kelakukan yang ingin ia ubah. Kemudian, pada akhir tiap hari, ia menulis sebuah titik dalam jurnal itu setiap kali ia melakukan kebiasaan yang sedang ia coba hindari. Tujuannya adalah, tentu saja, untuk melalui beberapa minggu tanpa harus menuliskan satu titik pun dalam halaman jurnal itu.
Saya mencobakan tugas ini bersamaan dengan Dirty Thirty kepada murid SMA dan mahasiswa, dan tugas ini cukup berhasil. Setelah menunjukkan kepda mereka daftar kata-kata yang tidak begitu menyenangkan untuk diucapkan, saya bertanya apakah ada dari mereka dalam kelas itu yang hanya berjuang melawan sedikit kata-kata yang termasuk di dalam daftar. Jawaban yang sering saya dengar, mereka harus berjuang untuk kata-kata yang “lebih dari sedikit”. Saya meminta mereka memilih tiga hal yang paling ingin mereka hentikan untuk diucapkan. Kemudian saya member tiga kartu indeks kepada setiap murid dan memasukkan tanggalnya. Instruksi bagi mereka adalah agar mereka membawa kartu-kartu itu dan menulis sebuah titik pada kartu itu setiap kali mereka mengucapkan perkataan yang tidak ingin mereka ucapkan. Kami melalukan hal ini selama lima hari berturut-turut. Saya katakana “kami” karena saya pun melakukannya bersama mereka.
Meskipun tidak semua siswa menganggap tugas ini serius, mereka yang melakukannya dengan baik  mengaku mendapat manfaat besar darinya. Mereka menemukan betapa sulitnya mengubah kebiasaan (terutama kebiasaan verbal). Mereka menikmati tantangan yang ada dan membuat perkembangan yang signifikan dalam mencapai tujuan-tujuan mereka. Saya telah menggunakan metode ini sebelumnya, tetapi tidak dalam kaitannya dengan bahasa. Ternyata situasinya lebih sulit daripada yang saya duga, tetapi saya berhasil meningkatkan secara dramatis kesadaran saya sendiri akan pilihan-pilihan verbal dan mengeliminasi beberapa hal tidak menyenangkan yang tampaknya keluar dari mulut saya secara teratur tanpa saya sadari.
Beberapa catatan tambahan tentang Dirty Thirty. Pertama, tak seorang pun sempurna, dan kita tidak seharusnya, menghukum diri sendiri saat membuat sebuah kesalaha, baik secara verbal maupun nonverbal. Bila kita dapat mengurangi kesalahan-kesalahan itu dan meningkatkan cara kita berbicara kepada orang lain, kita sedang membuat sebuah kemajuan. Kedua, ada saat kita perlu memberikan kritikan, saat kita berhak untuk mengeluh, mengekspresikan kemarahan bila perlu. Yang penting, kita belajar untuk melakukan semua ini pada saat yang tepat dan dengan cara yang benar. Sedangkan untuk ke-27 hal lain dalam daftar, kita akan dapat mengeliminasi semuanya dengan baik.
Seni bercakap-cakap yang sesungguhnya tidak hanya mengatakan hal yang benar di tempat yang benar, tetapi juga, ini jauh lebih sulit, untuk tidak mengatakan hal yang salah di saat yang begitu menggoda. (Dorothy Nevill)
Sumber: Positive Words, Powerful Results; Oliver Wendell Holmes

No comments: